Perjalanan menapaki impian ini dimulai, dari
memandangi tulisan di dinding kamar rumah yang telah usang berdebu.
Kertasnya pun sudah lusuh, sekilas tentu
orang takkan menyangka jika tulisan di secarik kertas itu adalah list target
dalam hidupku, hal yang pernah aku cita-citakan dahulu.
Impian itu menjadi kata (doa) lalu menjadi
afirmasi diri, sehingga menjadi Action (kenyataan).
Terilhami dari sebuah muhasabah diri di
pengajian (TPA) yang pernah aku ikuti saat aku duduk di bangku SMP. Waktu itu
sang ustad meminta aku dan teman-teman menuliskan cita dan impian selama beberapa tahun ke depan.
Catatan motivasi, mau jadi apa kami dan apa
yang diidamkan jangka panjang.
"Ayo adik-adik,, tulisan keinginan dan
cita-cita kalian di masa depan" Ujar Pak Ustad.
"Siap ustad.." Jawab Kami serentak,
menulis dengan semangat menderu.
Lalu Ustad meminta kami agar memajang list Impian yang sudah diberi warna dan dibingkai hiasan menarik tersebut di
tempat yang mudah dilihat. Misalnya di area meja belajar, meja rias atau tembok
kamar yang mudah untuk dilihat. Istilah keren sekarang disebut dengan bucket
list ya.
Tentu sebagai orang awam, apalagi usia masih
remaja. Aku memiliki begitu banyak impian, dari mulai hal kecil dan remeh,
hingga ke hal yang besar. Namun dalam list tersebut, aku hanya merangkum impian
terbesarku saja.
Aku pun tersenyum bangga saat menuliskan dan
menempelkannya didinding kamar, diantaranya: Bisa mempunyai pekerjaan yang bagus, Bisa
pergi ke Luar negeri, Bisa umroh dan naik haji Bersama Ibuku.
Ah, mungkin bagi Sebagian orang, mimpiku ini
adalah hanya hal biasa. Atau mungkin hampir semua orang memiliki mimpi yang
mirip denganku bahkan lebih besar.
Tapi bagiku, Impian itu terasa begitu indah,
menggema dalam relung jiwa. Manis dalam benak, menghentak alam bawah sadar saat
hal itu ku tuliskan dahulu.
Mimpi itu seolah harapan yang membuncah
dalam dada. Menerbangkan ku ke langit, melintasi awan dan memeluk gemintang.
Terasa berkilau, bercahaya, menyenangkan sekali rasanya bermimpi.
Apalagi saat itu aku masih sekolah menengah.
Sehingga belum memiliki apa-apa. Uang jajan pun masih bergantung pada orang
tua.
Bertahun-tahun berlalu, aku pun mulai
melupakan list impianku itu. Hingga akhirnya... ingatan itu pun Kembali, saat
ku tatap indahnya masjid Nabawi, Madinah-Arab Saudi.
Kenangan impian manis itu pun berkelebatan.
Saat aku bersimpuh di depan Ka'bah. Sungguh, rasanya aku tak percaya.
Berkali-kali ku kedip dan mengucek mata serta mencubit pipi, aku bertanya-tanya
dalam hati, apakah ini semua benar terjadi.
Aku bisa duduk dan berdoa di depan Ka'bah.
Tempat yang selama ini hanya mampu ku pandangi pada gambar, dan hanya bisa ku
lihat di TV saat azan atau ada berita tentang ibadah haji.
Mulutku masih menganga, terkesima.. Begitu
takjub.. Terbawa suasana haru.. Ketika tanpa sadar, panggilan azan pertama di
Baitullah menelusupkan rindu berpuluh tahun lalu. Sebagai Panggilan dariMu,
untukku..
Ku dengar azan berkumandang, merdu sekali.
Terasa lebih indah dari biasanya saat di Tanah Air. Allahu Akbar... Allahu
Akbar.. Lailahailallah..
Air mataku pun makin mengalir deras, ketika
aku bersama Ibu merapatkan shaf, bersama jama'ah lainnya melaksanakan sholat
magrib bersama. Begitu syahdunya suara imam, seiring romantisnya suasana magrib
di Mekah. Seolah lafadz doa ku bisa menembus ke atas langit, didengar oleh
Allah, Sang Maha.
Nuansa yang adem setelah matahari tenggelam,
membuat perasaanku nyaman dan semakin haru. Ya rabb... ku penuhi panggilanMu..
Labbaik Allahumma Labbaik.. Labbaik kala syarikala kalabbaik... Innal hamda wan
ni'mata laka wal mulk, La Syarika laka..
Aku datang bersimpuh di hadap-Mu ya Allah..
HambaMu yang penuh dosa.. Kami berharap kasihMu, berharap Ridho Mu ya Allah..
Ucapku dalam hati, syahdu larut dalam buncahan rindu.
Setelah berpuluh tahun berharap dan memeluk
impian dengan erat dengan segenap keyakinan. Kau kabulkan doa
dan harapanku, Ya Allah.. Tak hentinya syukur terucap dari bibirku yang kelu,
Alhamdulillah..
Kalimat talbiyah, doa dan zikir lirih keluar
dari mulutku, tetesan air mata pun mengiringi, tak terbendung, mengharu biru
dari dalam hati. Tak terhitung ucapan terimakasih pada Allah Sang Maha Kasih.
Karena atas nikmatMu, hingga aku dapat menjejakkan langkah ke tanah suci. Dan
bermunajat di sini. Di depan Ka'bah bersama muslim lainnya di seluruh Dunia.
Tak terbilang betapa banyaknya manusia yang
berlomba mendekat dan mencium Hajar Aswad, tak kenal usia, tua maupun muda. Tak
kenal Ras kulit, putih ataupun hitam, berbeda bangsa serta kewarganegaraan.
Juga tak kenal kaya ataupun miskin.
Kami semua bersujud, menyembah Allah yang
Satu, kami memiliki niat yang sama, yaitu beribadah kepadaMu ya Rabb.
Sesaat ku arahkan pandangan menengok ke kiri, seorang
anak perempuan kecil tersenyum menyapaku selepas solat, tersenyum manis sekali.
Usianya sekitar 3-4 tahun, kulitnya yang putih bersih, matanya yang coklat,
sepertinya berasal dari Pakistan atau negara Timur Tengah lainnya.
Kata sapaan yang tidak kumengerti keluar dari bibir
mungilnya, aku hanya bisa tersenyum saja. Ingin rasanya ku jawil pipinya yang
gembil, namun aku khawatir Ibu yang sedang sholat sunah di sebelahnya marah.
Jadilah aku hanya tersenyum dan memberikan isyarat tubuh menyapanya, lalu ku
keluarkan coklat kurma yang ada di saku.
Coklat yang ku dapatkan tadi sebelum solat dari seseorang
yang membagikan di pinggir jalan. Kebetulan ini adalah hari jumat, sehingga
hari ini di jalan beberapa orang membagikan kurma, makanan dan coklat berharap
keberkahan dari Allah di tempat yang mulia.
"Mau? " Kataku setengah lupa dan tertawa, hehe
apa Ia paham bahasaku, sepertinya anak ini bukan orang Indonesia, rambutnya
ikal pirang, dengan kulit putih dan mata yang biru. Khas orang bule, dari Benua
Eropa.
Anak kecil manis itu sepertinya tak memahami bahasa
lisanku, namun paham bahasa tubuhku. Ia pun menggeleng dengan malu, ketika ku
minta mengambil coklat dari tanganku.
Namun setelah ku yakinkan tak apa diambil, akhirnya dia
pun luluh dan coklat itu pun dengan cepat berpindah tangan ke mulutnya. Dengan
satu kali kunyahan besar, coklat itu pun habis tanpa sisa diselingi dengan tawa
kecil nya.
Duh... rasanya ingin ku cium pipi mungilnya yang
menggemaskan, namun ia bukanlah orang yang tak ku kenal, dan aku adalah orang
asing baginya. Alih-alih gemas, nanti Ibunya malah marah, hehe
Maka kuurungkan niatku sambil ku tengok ke sebelah
kananku, ku pikir Ibuku yang ada di sana. Tapi ternyata bukan, seorang yang
sedang berzikir itu menoleh dengan senyuman dan aura mata yang ramah. Parasnya hitam namun giginya putih, begitu
kontras dengan warna kulitnya, mungkin berasal dari benua Afrika.
Aku sekilas membayangkan Bilal bin Rabbah versi
perempuan. Yang taat dalam ibadah dan memiliki akhlak mulia, yaitu tersenyum
kepada sesama muslim lainnya. Sungguh, Allah tidak memandang fisik seseorang.
Namun ketakwaannya. Masya Allah... Tabarakallah.
Di tempat suci ini, yang banyak diidamkan banyak orang
muslim di muka Bumi. Aku bertemu dengan berbagai Ras dan golongan.
Kami dapat solat Bersama di Masjidil Haram, Mekah Al
Mukaromah. Dimana solat di Masjidil Haram pahalanya lebih banyak 100.000 kali
lipat jika dibandingkan dengan solat di rumah/tempat ibadah lainnya.
Sehingga pantaslah banyak orang berlomba untuk datang,
bertawaf dan Sa'I seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, junjungan
kami.
Tempat di mana belum tentu Allah panggil hambaNya ke sini
untuk beribadah, meski diri mampu secara finansial. Karena yang mampu secara
materi, bisa jadi lebih memilih untuk menghabiskan uangnya ke tempat lain atau
untuk keperluan lain.
Ada juga yang fisiknya belum mampu datang karena kondisi
tubuh kurang memungkinkan, meski mampu secara financial. Misalnya sakit ataupun
penghalang lainnya.
Seperti contohnya yang ku alami sebelum aku berangkat,
rombongan kami melaksanakan manasik haji di asrama Haji Pondok Gede, Jakarta
Timur. Sepulang dari manasik, salah satu Jemaah, mengalami kecelakaan motor dan
menyebabkan kakinya patah tulang.
Sehingga akhirnya jemaah tersebut tidak bisa ikut
rombongan untuk berangkat umroh bersama. Sungguh betapa sedihnya perasaannya,
hal yang diidamkan belum bisa terwujud.
Aku hanya dapat berdoa, semoga Allah mengganti ibadah
umrohnya di lain waktu. Karena aku pun Allah panggil bersama rombongan Ibu-Ibu
pengajian tempat Ibuku mengaji. Hal ini adalah sesuatu di luar prediksiku. 3
tahun lalu, Ibuku mengajakku untuk menabung Bersama dengan teman-temannya.
Saat itu aku hanya mengiyakan, karena ku pikir, daripada
uang gaji hasil kerjaku hanya untuk jajan dan membeli keperluan sehari-hari
saja. Aku pun menabung langsung setelah gajiku terima, baru sisanya ku
belanjakan untuk keperluan rumah.
Dengan bermodal tekad kuat untuk tidak mengambil tabungan
tersebut hingga cukup untuk umroh, seperti halnya Ibuku yang juga menabung
setiap bulannya, menyisihkan dari uang pensiun yang diterimanya.
Kisah menabung yang ku lakukan ini, tentu juga dialami
oleh Jemaah lainnya. Diantaranya dari salah satu Jemaah di rombonganku, yang
saat di perjalanan beliau bercerita. Bunda Ana Namanya, Ia adalah seorang
penjual nasi uduk yang setiap paginya berjualan di dekat rumahnya.
Ia bercerita dengan bersemangat, menggambarkan saat di
perjalanan dalam pesawat, kebetulan Ia duduk bersebelahan denganku. Beliau
sesekali menghapus air matanya, karena ia tak menyangka, seorang janda tua
seperti dirinya, dapat membiayai umroh, perjalanan yang begitu jauh, beratus
kilometer dari rumahnya.
Hal yang tak pernah Ia bayangkan sebelumnya. Padahal Ia
sebelumnya hanya memiliki rutinitas perjalanan rumah dan tempat jualan yang
hanya beberapa meter saja, untuk menata jualannya di atas meja mulai dari pasca
subuh hingga sekitar jam 8-9 pagi. Namun dari jualan itu, secara konsisten Ia
menyisihkan dari hasil jualannya, minimal 100 ribu per minggu.
Dari beberapa artikel yang ku baca dan ku dengar dari
berbagai sumber, baik video Instagram, Tiktok, maupun FB, ternyata benarlah
adanya. Jika kita berniat untuk ibadah kepada Allah, maka Allah yang akan memudahkan niat
tersebut. Salah satunya niat untuk umroh/Haji.
Allah akan memberikan rejeki bagi hambaNya, yang meminta
dengan penuh keyakinan. Tanpa keraguan. Allah mampukan kami..
Seperti hal yang terjadi padaku, harapan dan doa untuk ke
Luar Negeri itu Allah kabulkan. Beribu kilometer jarak jauhnya dari rumah,
menyebrangi lautan dan lintas benua.
Seperti hal yang terjadi padaku, harapan dan doa untuk ke
Luar Negeri itu Allah kabulkan. Tanpa diduga, setelah tabunganku cukup untuk
membayar umroh, bosku yang mendengar keberangkatanku ke tanah suci pun malah
memberikanku bonus, katanya untuk menambah oleh-oleh selama di perjalanan.
Masya Allah.. Anugerah dari Allah adalah mendapat
pekerjaan yang baik, memiliki atasan yang baik pula. Harapan yang juga terwujud
dari doaku beberapa tahun silam. Tentu untuk mencapai masa indah ini, Allah
selipkan ujian, salah satunya untuk memantapkan langkah, mengokohkan niat.
Tapi Allah juga berikan jalan keluar, serta hadiah bagi
orang yang bersabar. Maka jika jatuh, bangkit dan bangunlah. Percayalah pada
Allah, Tuhan Semesta alam yang Maha Besar.
Aku yang masih muda ini, mendapat kesempatan untuk
bertawaf mengelilingi Ka'bah. Bersama dengan ketuarga rombongan pengajian yaitu
Budeku, Bulikku dan juga Aku beserta Ibunda.
Umroh ini adalah jawaban dari doaku yang ku tuliskan
dalam selembar kertas, berpuluh tahun lalu. Tiga harapan yang dahulu hanya
seolah mimpi yang Allah kabulkan sekaligus. Dan siapa duga, Allah memberikan
hikmah dan pelajaran bagi hambanya, jika kita mau memikirkannya. Maka
nikmat Tuhan yang manalagikah yang kamu dustakan?
Jumat Mubarok.. Mimpi yang mengalir dalam doa, terendap
dalam jiwa. Yakinlah hanya pada Allah yang Maha..
-Putri Eka Sari, Umroh Feb2020, 1 hari pas sebelum covid-
Editor:
Ely
Rusliawati
Desain
Sampul: Prabanistian
Tata Letak: Diki Fahreza
Diterbitkan oleh:
Penerbit
Ziqron Studio
Sleman,
Yogyakarta 55572
Whatsapp
08165444505
QRCBN: 62-1108-6618-354
Cetakan Pertama, November 2023
Antologi
ini lahir dari keragaman pengalaman, latar belakang, dan pandangan hidup
penulis-penulis. Setiap cerpen dan puisi yang terdapat dalam buku ini adalah
jejak-jejak waktu yang merangkai makna dan mengekspresikan berbagai nuansa
emosi. Dari sukacita hingga kesedihan, dari cinta hingga kehilangan, buku ini
mempersembahkan kisah-kisah yang mencerminkan kompleksitas kehidupan manusia.
Kami
ingin berterima kasih kepada semua penulis yang telah berkontribusi dalam
menciptakan buku ini. Tanpa karya-karya mereka, buku ini tidak akan pernah ada.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan dan inspirasi selama proses pengembangan buku ini.
Kami
berharap buku ini dapat menginspirasi, menghibur, dan menggerakkan pembaca.
Semoga setiap cerita dan puisi yang ada dalam buku ini bisa menjadi teman setia
yang menemani Anda dalam perjalanan membaca, merenung, dan merayakan keindahan
kata-kata.
Terakhir,
kami berharap Anda menikmati setiap halaman buku ini, dan semoga buku ini dapat
membawa Anda ke dalam dunia yang berlimpah dengan makna dan emosi. Selamat menikmati!
Salam hangat,
Salah satu penulis (Putri Eka Sari)
PS: Untuk order buku dapat menghubungi Penulis ya..
#BukuAntologi #PutriEkaSari #JejakWaktu #Ziqron
Merdeka Bermimpi
Foto pribadi - Mekah Almukaromah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar