PRA RANCANGAN
PABRIK ETHYLENE
DARI REFINERY GAS
DENGAN PROSES THERMAL CRACKING KAPASITAS 650000 TON/TAHUN
Nataniel Payung1, Putri Eka Sari2
Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Jayabaya
Abstrak
Makalah ini membahas pembuatan ethylene dengan bahan baku refinery
gas dengan proses thermal cracking kapasitas 650.000 ton per tahun. Produksi ethylene
memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan, karena bahan baku yang digunakan
sangat mudah didapat dan murah, yaitu refinery gas, limbah dari minyak bumi.
Keunggulan dari proses ini adalah kemurnian produk yang dihasilkan sebesar 99,95%.
Tahap reaksi ini berlangsung pada suhu 600-1000ºC
dengan
tekanan 2–47,7 atm. Dari perhitungan ekonomi didapat bahwa
BEP 15,75%, POT 1,267 tahun dan IRR 23,8% sehingga secara ekonomi perusahaan
ini layak untuk didirikan.
This paper
discusses the manufacture of ethylene with refinery gas as the raw material
through a thermal cracking process with a capacity of 650,000 tons per year.
Ethylene production has good prospects to be developed, because the raw
materials used are very easy to obtain and cheap, refineries gas, waste from
petroleum. The advantage of this process is that the purity of the product is
99.95%.The thermal cracking process of refinery gas at a temperature of 600 - 1000ºC, and
pressure 2 – 47,7 atm, increase its
purity to 99.5%. From the economic calculation, it was determined that the BEP
was 15.75%, POT 1,267 year, and IRR 23.8%. as an economically reviewed, this
company is worthy of being established
1.1 Latar belakang pendirian
pabrik
Ethylene adalah salah satu
contoh bahan baku yang hingga saat ini masih diperoleh secara impor oleh
Indonesia. Ethylene sering digunakan sebagai bahan baku Polyethylene (PE) yang
digunakan untuk pengolahan plastik, ethylene oksida, ethylene benzene, vinil
klorida, dan ethylene glikol. Ethylene bersifat olefin paling ringan, tidak
berwarna, tidak berbau, dan mudah terbakar.
Saat ini total kapasitas
produksi ethylene sebagai bahan baku polyethylene (PE), yang digunakan oleh
industri pengolahan plastik milik PT.
Chandra Asri sekitar 800.000 ton/tahun. Dengan konsumsi ethylene sekitar
3.000.000 ton/tahun. Sedangkan perkiraan produksi dalam negri yang ada sekitar
1.800.000 ton. Sehingga terdapat ketergantungan import sekitar 1.000.000 ton.
Maka pendirian pabrik ethylene diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dalam negri.
Pembuatan
Ethylene dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dehidrasi ethanol dan thermal
cracking. Thermal cracking memiliki bahan baku yang lebih murah dibandingkan
proses dehidrasi ethanol, serta tidak hanya menghasilkan ethylene sebagai
produk utama, namun menghasilkan produk samping yang berupa metana dan butana
yang akan digunakan sebagai bahan bakar dalam proses.
Sedangkan
produk samping lainnya dari proses pembuatan dengan thermal cracking yang
berupa metana dan butana (LPG) dapat dijual dan digunakan sebagai bahan bakar
industri.
1.2 Tujuan pendirian pabrik
Tujuan dari
perancangan pabrik ethylen adalah untuk menerapkan disiplin ilmu teknik kimia
yang meliputi neraca massa dan energi, operasi teknik kimia, dan bagian ilmu
kimia lainnya yang disajikan dalam pra rancangan pabrik pembuatan ethylen,
serta mengetahui kelayakan pendirian pabrik ini dari awal.
1.3
Kapasitas rancangan
Dalam menentukan kapasitas
pra-rancangan pabrik, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan seperti
kebutuhan produk, ketersediaan bahan baku, dan kapasitas rancangan minimum.
1.3.1Analisis suplai dan permintaan
Berdasarkan
sumber Badan Pusat Statistik 2017, kebutuhan impor di Indonesia
cenderung mengalami
peningkatan.
Tabel 1.1 Kebutuhan Impor Ethylene
Tahun
|
Kebutuhan (Kg/Tahun)
|
2013
|
628278390
|
2014
|
636892106
|
2015
|
704633378
|
2016
|
645345537
|
2017
|
708322022
|
Pabrik
etanol ini direncanakan didirikan
pada tahun 2021 mengingat peluang yang tinggi akan permintaan
etanol, sehingga perlu dipersiapkan sematang mungkin dalam jangka waktu yang
tiga tahun dari saat ini. Estimasi kebutuhan nasional pada tahun tersebut dapat diketahui dengan metode Least Square.
Tabel
1.2 Data Perhitungan Estimasi Kebutuhan Impor Etanol Metode
Least Square
Tahun
|
Tahun ke- (x)
|
Impor (Kg) (y)
|
x2
|
(x)(y)
|
2013
|
-2
|
628278390
|
4
|
-1256556780
|
2014
|
-1
|
636892106
|
1
|
-636892106
|
2015
|
0
|
704633378
|
0
|
0
|
2016
|
1
|
645345537
|
1
|
645345537
|
2017
|
2
|
708322022
|
4
|
1416644044
|
Jumlah
|
0
|
3323471443
|
10
|
168540695
|
Untuk menentukan kapasitas pabrik pada tahun 2025 dipergunakan persamaan Least Square Time y = a + bx, di mana y menyatakan jumlah kebutuhan ethylene ton/tahun dan x adalah indeks tahun, maka:
Y = a + bx
= 66469428.86+
16854069,5 (x)
Dimana
x menyatakan tahun impor/kebutuhan ethylene, maka proyeksi ethylene untuk tahun-tahun
berikutnya dapat dilihat pada Tabel 1.3 di bawah ini.
Tabel
1.3 Proyeksi
Perkembangan Impor Ethylene
di Indonesia
Tahun
|
Time Periode
|
Proyeksi (Kg/tahun)
|
2020
|
6
|
649996728,48
|
2021
|
7
|
650159630,89
|
2022
|
8
|
650322533,30
|
2023
|
9
|
650485435,71
|
2024
|
10
|
650648338,12
|
2025
|
11
|
650811240,53
|
2026
|
12
|
650974142,94
|
2027
|
13
|
65171435,65
|
2028
|
14
|
65215263,15
|
2029
|
15
|
65291435,56
|
2030
|
16
|
65335311,21
|
1.3.2 Kapasitas pabrik yang
sudah beroperasi
Pabrik
ethylene di Indonesia yang sudah berdiri adalah PT. Chandra Asri Kimia, Cilegon.
Dengan kapasitas produksi yang terus meningkat terlihat dalam tabel 1.4 data
kapasitas pabrik.
Tabel 1.4. Data kapasitas pabrik ethylene yang sudah
beroperasi
No.
|
Nama
Perusahaan
|
Tahun
|
Kapasitas (ton/tahun)
|
1.
|
PT Chandra Asri Kimia
|
2013
|
600000
|
2.
|
2014
|
650000
|
|
3.
|
2015
|
700000
|
|
4.
|
2016
|
750000
|
|
5.
|
2017
|
800000
|
1.4 Lokasi Pabrik
Lokasi
didirikannya suatu pabrik sangat mempengaruhi dalam kemudahan bahan baku,
perjalanan operasi, produksi, transportasi, dan distribusi agar tujuan yang
dihasilkan lebih baik ditinjau secara efektif dan efesien. Lokasi yang dipilih
untuk mendirikan pabrik Ethylene adalah Bontang, Kalimantan Timur.
Pemilihan lokasi tersebut
didasarkan pada faktor – faktor sebagai berikut:
Sumber bahan baku merupakan faktor yang paling penting
dalam pemilihan lokasi pabrik terutama pada pabrik yang membutuhkan bahan baku
dalam jumlah besar. Hal ini dapat mengurangi biaya transportasi dan penyimpanan
yang berkesinambungan. Bahan baku refinery
gas diperoleh dari PT.Badak NGL Bontang yang merupakan salah satu pabrik
gas terbesar di Indonesia dengan kapasitas berlimpah yaitu 5,4 juta ton/tahun.
2.
Pemasaran
Pemasaran
pabrik perlu memperhatikan letak pabrik dengan konsumen
untuk menekan
biaya pendistribusian ke lokasi pengiriman dan mempercepat waktu pengiriman ke
konsumen. Lokasi pabrik yang berdekatan dengan pasar atau pusat distribusi akan
mempengaruhi harga jual produk dan lamanya waktu pengiriman. Pemasaran produk ethylene
yang akan didirikan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,
diantaranya akan dijual ke beberapa pabrik yang menggunakan ethylene sebagai bahan bakunya. Sedangkan
hasil samping yang berupa gas metana 90% akan dijual ke PT. Badak NGL untuk
akhirnya dicairkan menjadi LNG, sedangkan hasil samping yang berupa butana 94%
akan dijual sebagai LPG ke Pertamina Balikpapan.
3. Transportasi
Angkutan bahan baku menuju
lokasi pabrik harus memadai didukung dengan fasilitas jalan raya yang lancar. Selain itu juga pemasaran produk dari lokasi pabrik ke konsumen harus
strategis. Untuk penyediaan bahan baku, penjualan
produk samping metana digunaan sistem perpipaan langsung dengan PT.Badak NGL,
untuk penjualan produk utama ethylene
digunakan kapal laut, dan untuk penjualan hasil samping LPG digunakan jalur
darat dengan truk tangki.
4. Pembuangan Limbah
Limbah dari pabrik
ini diolah di unit pengolahan limbah sampai mencapai ambang batas yang
diizinkan, lalu baru dibuang ke pipa pembuangan yang nantinya akan diteruskan ke
IPAL untuk diolah sesuai prosedur.
5. Tenaga Kerja
Tenaga kerja diperoleh dari
masyarakat setempat sebagai
bentuk pengabdian kepada masyarakat. Dipilih tenaga
kerja yang terampil diperlukan untuk menjalankan mesin–mesin produksi dan juga
bagian pemasaran dan administrasi. Tenaga kerja dapat direkrut dari daerah Balikpapan, Samarinda, dan
sekitarnya.
2. Tinjauan Pustaka
2.1
Bahan Baku
Bahan
baku adalah bahan utama dari suatu produk atau bahan yang harus ada dan tidak
dapat digantikan untuk membuat suatu produk. Bahan baku yang
digunakan adalah Refinery gas terdiri dari 66.5% Metana (CH4),
33.07% Etana (C2H6), dan 0.43% Propana (C3H8). Sedangkan produk yang dihasilkan adalah ethylene, metana, butana, LPG
dan hidrogen.
Refinery gas
terdiri dari metana, etana, propana. Dengan
komposisi dan kondisi :
Metana
|
66.5 %
|
Etana
|
33.07%
|
Propana
|
0.43 %
|
Tekanan
|
32 atm
|
Suhu
|
70oC
|
Fase
|
gas
|
T bubble
|
-77 oC
|
T dew
|
-42 oC
|
2.2 Deskripsi Produk
2.2.1 Ethylene (sifat
fisik dan kimia)
Ethylene
|
99.95%
|
Metana
|
0.01%
|
Etana
|
0.04%
|
Tekanan
|
15 atm
|
Suhu
|
-75ºC
|
Fase
|
cair
|
T bubble
|
-75 oC
|
T dew
|
-37 oC
|
Berat molekul
|
28,054 gr/mol
|
Titik beku
|
-169,15 oC
|
Titik didih
|
-103,7 oC
|
Suhu kritis
|
9,25 oC
|
Tekanan kritis
|
49,7 atm
|
Sifat kimia
|
Mudah terbakar
|
2.2.2
Metana (sifat fisik dan kimia)
Metana
|
90.5%
|
Hidrogen
|
9%
|
Ethylene
|
0.5%
|
Tekanan
|
30 atm
|
Suhu
|
-93ºC
|
Fase
|
gas
|
T bubble
|
-93 oC
|
T dew
|
-73 oC
|
2.2.3
Butana (sifat fisik dan kimia)
Wujud
|
gas
|
Berat molekul
|
58,124 gr/mol
|
Titik beku
|
-138,35 oC
|
Titik didih
|
-0,45 oC
|
Suhu kritis
|
152,05ºC
|
Tekanan kritis
|
37,5 atm
|
2.2.4 Hidrogen (sifat fisik dan kimia)
Wujud
|
gas
|
Berat molekul
|
2,018 gr/mol
|
Titik beku
|
-259,16 oC
|
Titik didih
|
-252,9 oC
|
Suhu kritis
|
-239,95 oC
|
Tekanan kritis
|
12,8 atm
|
2.2.5
LPG Butana (sifat fisik dan kimia)
Butana
|
94.54%
|
Propana
|
4.9%
|
Etana
|
0.56%
|
Fase
|
Cair
|
Suhu
|
37 oC
|
Tekanan
|
30 atm
|
T Bubble
|
111,2 oC
|
T dew
|
130 oC
|
2.3 Macam – macam Proses
2.3.1 Proses Dehidrasi
Etanol
Proses ini telah ditemukan pada abad XVII ketika pertama kali
diketahui bahwa ethylene bisa dibuat dari etanol yang dipanaskan bersama
alumina dan silika. Pada saat sekarang katalis alumina dan asam phospat adalah
yang paling sesuai untuk digunakan dalam industri. Produk dari dehidrasi etanol
adalah ethylene sebagai produk utama dan eter sebagai hasil reaksi lebih lanjut.
Reaksi :
Etanol
etena air
Etanol eter air
Eter terbentuk pada suhu ±230 0C sementara pada suhu
300-400 0C konversi etena mencapai 84-85 %. Reaktor bekerja secara isotermal dalam pipa-pipa yang
dipanaskan. Pemurnian lebih lanjut diperlukan untuk menghilangkan senyawa
aldehid, asam-asam, CO2, dan air. (Ludwig Kniel, 1980).
2.3.2 Proses Perengkahan dengan panas (Thermal
cracking)
Reaksi
perengkahan merupakan reaksi pemecahan rantai karbon pada suhu yang cukup tinggi. Reaksi dilakukan dalam reaktor pipa
atau langsung di dalam suatu furnace. Reaksi perengkahan terjadi pada suhu di
atas 637 0C tanpa katalis dan tekanan atmosferis. Setelah keluar
dari reaktor, produk didinginkan secara mendadak dan kemudian dimurnikan untuk
mendapatkan produk dengan kemurnian yang diinginkan.
Pada
proses ini pengaturan kondisi operasi, terutama pengaturan pemberian panas,
sangat diperhatikan dimaksudkan agar pembentukan produk yang diinginkan dapat maksimal. Suhu produk keluar sekitar 1800 0F
(850 0C) didinginkan mendadak pada alat penukar panas hingga suhunya menjadi di bawah suhu 640 0C. Untuk proses
pemurnian produk dilakukan pada suhu rendah (Rase HF 1977). Diagram reaksi proses thermal cracking dapat
dilihat pada Gambar 1.3. Diagram
reaksi pembuatan ethylene dengan proses Thermal
Cracking
Reaksi :
Etana Metana
Ethylene Butana Hidrogen
Reaksi berlangsung fase gas dalam reaktor alir pipa. Reaksi
berlangsung endotermis sehingga perlu adanya suplai panas yang berasal dari fuel gas hasil pembakaran fuel gas dalam furnace. Reaksi dilakukan pada suhu 1026,85 0C dan tekanan 1 atm tanpa bantuan katalis.
2.3.3 Pemilihan
Proses
Berdasarkan macam-macam proses di atas dapat disimpulkan dalam tabel
perbandingan, sebagai berikut:
Tabel 2.1. Perbandingan
Proses Pembuatan Ethylene
Parameter
|
Proses
Dehidrasi Ethanol
|
Proses Thermal
cracking
|
Bahan
Baku
|
Ethanol
|
Metana, etana,
propana
|
Harga
Bahan Baku
|
US $
5,33/MMBTU
|
US $ 4,1/MMBTU
|
Kondisi
Operasi
|
Temperatur: 300-400 0C
|
Temperatur: 600-1000 0C
|
Tekanan:
1 atm
|
Tekanan:
2 - 47,7 atm
|
|
Konversi
|
94%
|
95%
|
Kemurnian produk
|
85%
|
99,95%
|
Dari data di atas dapat
disimpulkan bahwa proses yang dipilih ialah
pembuatan ethylene dari refinary
gas dengan cara thermal cracking.
Terlihat bahwa pada prose Thermal
Cracking lebih menguntungkan dibandingkan dengan proses dehidrasi ethanol
karena :
1.
Bahan baku yang mudah diperoleh
2.
Tidak menggunakan katalis
3.
Kemurnian lebih
tinggi yaitu 99,95%
3
Deskripsi proses
Proses pembuatan ethylene dari etana dengan thermal
cracking (perengkahan dengan bantuan panas) berlangsung dengan cara memutus
ikatan pada molekul C-H dalam etana hingga terbentuk Ethylene dengan C
ikatan rangkap.
Pemecahan
ikatan C-H pada etana dari bahan baku
refinery gas menjadi ethylene dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu
:
1. Tahap penyiapan bahan baku
2. Tahap proses reaksi
3. Tahap pemurnian produk
Adapun tahap dari proses pembuatan ethylene ini akan
dijabarkan sebagai berikut:
3.3 Tahap Persiapan Bahan Baku
Refinery gas fresh feed digabungkan dengan arus keluar reaktor
dimasukkan ke dalam Finfan E-109 untuk didinginkan hingga suhu 37ºC. Kemudian
dimasukkan lagi ke dalam HE E-111 dan didinginkan dengan MCR {multi component
refrigerator) hingga suhu -33ºC agar siap dimasukkan ke dalam proses
selanjutnya.
3.4 Tahap Proses Reaksi
Reaksi terjadi di reaktor, yang berupa reaktor alir pipa dengan
tube pemanas. Reaktor ini beroperasi pada tekanan atmosferis secara non
isotermal non adiabatic pada kisaran suhu 726,85-1026,85 oC. Reaksi
berlangsung secara endotermis pada suhu 1026,85 oC. Sebagai
penyuplai panas reaksi digunakan fuel gas dari hasil pembakaran fuel gas di
dalam furnace.
Reaksi :
Hasil keluar reaktor yang berupa ethylene, hidrogen,
metana, butana,sisa etana, dan impuritas propilen kemudian digabungkan dengan
fresh feed.
Di reactor, etana tercracking membentuk metana, etilen, butane,
dan hydrogen dengan konversi total 95 %. Dalam reaktor terjadi penurunan temperatur akibat reaksi
yang endotermis, sehingga untuk mempertahankan kondisi operasi diperlukan
pemanasan yang dilakukan oleh fuel gas (hasil pembakaran fuel gas dalam
furnace). Fuel gas berasal dari sebagian hasil atas dari menara destilas 101
(MD-101) yang dibakar di dalam suatu furnace dengan udara excess 20%.
Hasil keluaran reaktor bersuhu 1000⁰C didinginkan dalam HE E-104 dengan arus masuk reaktor hingga bersuhu
565.3⁰C. Pendinginan ini dimaksudkan agar reaksi berhenti sehingga tidak
terbentuk zat-zat yang tidak diinginkan seperti propilen.
Setelah keluar dari E-104, produk
didinginkan kembali dalam E-103 dan E-102 untuk ditukar panasnya dengan arus
yang akan memasuki reaktor. Kemudian arus ini dimasukkan ke dalam HE-105 untuk
didinginkan kembali sekaligus menghasilkan steam. kemudian produk dikompresi
dalam compressor K-102 hingga bertekanan 7 atm. Produk keluar compressor
bersuhu 375 ⁰C.
Produk keluar K-102 kemudian didinginkan
dengan finfan E-106 hingga bersuhu 200⁰C. Kemudian
produk dikompresi kembali dalam compressor K-103
hingga bertekanan 20 atm. Arus keluar
K-103 bersuhu 288⁰C, kemudian produk didinginkan kembali dengan finfan E-107 hingga
bersuhu 120⁰C. Produk dikompresi kembali dalam compressor K-104 hingga tekanan 30
atm. Akibat proses kompresi ini suhu arus naik hingga mencapai 152⁰C. Arus keluar K-104 didinginkan dalam finfan E-108 hingga bersuhu 70⁰C. Arus keluar E-108 kemudian dicampurkan dengan fresh feed refinery gas
untuk kemudian masuk unit pemurnian.
3.5 Tahap Pemurnian Produk
3.5.1 Proses pada Menara Destilasi 101
(MD-101)
Fresh feed yang berupa refinery gas (terdiri dari 66.5%
Metana (CH4), 33.07% Etana (C2H6),
dan 0.43% Propana (C3H8). Dari fresh feed tersebut yang
dibutuhkan dalam reaksi adalah etana. Sehingga Metana dan Propana dihilangkan
terlebih dahulu dalam menara destilasi.
Proses untuk menghilangkan metana berlangsung di menara destilasi
101 (MD-101), proses ini yang menyebabkan menara destilasi ini disebut
de-methanizer.
Produk yang telah bercampur dengan umpan dimasukkan dalam menara
destilasi 101 (MD-101) untuk menghilangkan metana. Arus masuk MD- 101 pada suhu
-33oC dalam keadaan campuran fase uap cair.
Fresh feed yang berupa refinery gas (terdiri dari 66.5%
Metana (CH4), 33.07% Etana (C2H6),
dan 0.43% Propana (C3H8), digabung dengan arus keluar
reaktor R-101 kemudian dikompresi bertingkat. Arus ini dimasukkan dalam MD-101
(Menara Destilasi 101) untuk menghilangkan metana dan hydrogen. MD-101
beroperasi pada tekanan 30 atm, suhu atas -93ºC, dan suhu bawah 16ºC. Hasil
atas MD-101 yang berupa campuran 9% Hidrogen, 90.5% metana dan 0.5% ethylene
bersuhu -93oC dikeluarkan sebagai by product. Sedangkan hasil
bawah MD-101 yang berupa campuran fraksi berat dimasukkan ke dalam MD-102
(Menara Destilasi 102) pada suhu 16oC.
3.5.2 Reaksi pada Menara Destilasi 102 (MD-102)
Proses untuk menghilangkan propana berlangsung di menara destilasi
102 (MD-102). Dan etana yang ada masuk ke proses selanjutnya, Sehingga disebut
De-ethanizer.
Di dalam MD-102 fraksi C2 dipisahkan menjadi hasil atas dan C3, C4
sebagai hasil bawah. MD-102 beroperasi pada tekanan 30 atm, suhu atas -8.47oC,
suhu bawah 111.15oC.
Hasil bawah MD-102 yaitu propana dan butana (butana merupakan
hasil reaksi dari R-101) dihilangkan, digunakan sebagai pemanas dalam ekspansi
bertingkat untuk selanjutnya digunakan sebagai fuel gas atau menjadi produk
samping yang selanjutnya dapat dijual menjadi gas LPG.
Sedangkan hasil atas MD-102 yang berupa sedikit metana, ethylene,
etana, dan sedikit propana diekspansikan terlebih dahulu pada K-105 hingga
tekanan 15 atm. Kemudian dimasukkan dalam (MD-103) ethylene tower, yang berfungsi untuk memisahkan ethylene
dan etana. Proses ini merupakan proses pemurnian ethylene dari pengotornya,
yaitu etana berlebih.
3.5.3 Reaksi pada Menara Destilasi 103 (MD-103)
Hasil atas dari MD-102 kemudian didinginkan kembali dalam HE E-112
hingga bersuhu 21oC dengan menggunakan MCR. Arus keluar E-112
kemudian dimasukkan ke dalam ethylene tower, menara destilasi 103 (MD-103)
untuk memisahkan produk etilen dengan bahan baku etana yang akan diumpankan ke
reaktor.
Menara
destilasi (MD-103) atau disebut juga Ethylene tower beroperasi pada
tekanan 15 atm, suhu atas -37,5oC, suhu bawah -36,5oC. Hasil atas ethylene tower berupa 99,95% ethylene,
0,01% metana, dan 0,04% etana diambil sebagai produk utama. Dengan kemurnian
ethylene 99,95%.
Sedangkan hasil bawah ethylene tower yang berupa 99,95%
etana, 0,01% ethylene dan 0,04% propana, diekspansi secara bertingkat
untuk kemudian dimasukkan dalam reaktor untuk mereaksikan etana menjadi ethylene.
Hasil bawah Ethylene tower MD-103 yang bersuhu -18oC,
tekanan 15 atm diuapkan dalam vaporizer E-101 dengan menggunakan MP steam
dengan suhu dan tekanan konstan. Uap keluar dari E-100 kemudian dipanaskan
dalam Pemanas E-101 untuk ditukarkan panasnya dengan LPG hasil bawah dari
menara destilasi 102 (MD-102) hingga suhu 37oC.
Kemudian arus diekspansikan dalam expander K-100 hingga bertekanan
10 atm. Arus keluar expander bersuhu 20.06ºC. Arus keluar expander dipanaskan
kembali dalam HE E-102 dengan menggunakan arus panas dari reaktor yang keluar
dari E-103 hingga bersuhu 130ºC.
Kemudian umpan diekspansikan kembali dalam expander K-101 hingga
bertekanan 1 atm atau sesuai dengan tekanan operasi reaktor. Arus keluar
ekspander bersuhu 44oC. Arus keluar ekspander dipanaskan kembali
dalam HE E-103 hingga bersuhu 125oC. Arus keluar E-103 dipanaskan
kembali dalam HE E-104 dengan produk keluar reaktor hingga bersuhu 725oC.
Tahap pemurnian
produk digunakan untuk mendapatkan ethylene murni. Kemurnian ethylene
yang di
dapat 99,95%.
3.6
Blok Diagram &
Flowsheet
a. Blok Diagram
b. Flow Sheet
4
Analisa Ekonomi
Analisa ekonomi
dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan pabrik Ethylene untuk didirikan dengan
pertimbangan untung ruginya. Untuk mengetahui hal tersebut perlu dilakukan
evaluasi dengan melakukan peninjauan atas :
Ø
Internal Rate of return (IRR)
Ø
Pay
Out Time (POT)
Ø
Break
Even Point (BEP)
Dari perhitungan analisa
kelayakan didapatkan hasil sebagai berikut:
-
BEP : 15,75 %
-
POT : 1,267
tahun
-
IRR : 23,8%
5
Kesimpulan
Proses pembuatan ethylene pada
pra-rancangan pabrik dengan bahan baku refinery gas
yang merupakan limbah minyak bumi, menggunakan proses thermal cracking
dengan konversi 95%.
Kapasitas produksi 650.000 ton/tahun. Lokasi pabrik direncanakan
di Bontang, Kalimantan Timur. Bentuk Perusahaan
adalah Perseroan
Terbatas (PT). Dengan rincian:
1. Modal investasi
:$ 1.207.529.732
2. Biaya Produksi : $ 370.263.881/tahun
3. Hasil
penjualan : $
860.920.767/ tahun
4. Analisa Ekonomi :
BEP : 15,75 %
POT : 1,267 tahun
IRR : 23,8%
Berdasarkan hasil evaluasi dan analisis
ekonomi pada pra-rancangan pabrik ini, pendirian pabrik ethylene dengan kapasitas 650.000 ton/tahun
dapat dipertimbangkan untuk pendirian pembangunannya.
6
Daftar
Pustaka
- Aries,
R.S., Newton, R.D., 1955, Chemical
Engineering Cost Estimation, McGraw-Hill Book Company, New York
- Branan, C.
P., 1994, Rules of Thumb for
Chemical Engineers, Gulf Publishing Company, Texas
- Brownell,
L.E., Young, E.H., 1959, Process
Equipment Design Vessel Design, Michigan
4.
Coulson, J.M., and Richardson, J.F., 1989, An Introduction to Chemical Engineering,
Allyn and Bacon Inc., Massachusets
5. Djoko, P., 2003, Komunikasi Bisnis, edisi 2, Erlangga,
Jakarta
6. Fogler, S.H.,
1999, Element of Chemical Reaction
Engineering, Prentice Hall PTR, New Jersey
7. Geankoplis, C.J.,
2003, Transport Processes and Unit
Operations, 4nd ed., Prentice-Hall International, Tokyo
8.
Gunawan, W., 2003, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta
9. Inaplas, 2009,
Asosiasi Industri Olefin, Aromatik & Plastik Indonesia, www.inaplas.org
10. Kern, D.Q., 1950, Process Heat Transfer, McGraw Hill
International Book Company, Singapore
11. Keyes, D.B.,
Faith, W.L., and Clark, R.L., 1961, Indusrtial
Chemical,John Willey and Sons Inc, London
12. Kirk, R.E., and
Othmer, V.R., 1950, Encyclopedia of
Chemical Technology, 4th ed, John Wiley & Sons Inc., New
York
13. Ludwig, E.E.,
1965, Applied Process Design for Chemical
and Petrochemical Plants, volume 3, Gulf Publishing Company, Houston
14. Operation Team,
2010, Handbook of Operation PT Badak NGL
Bontang, PT Badak NGL, Bontang
15. Perry, R.H., and
Green, D., 1997, Perry’s Chemical
Engineers’ Handbook, 7th ed., McGraw Hill Companies Inc., USA
16. Peters, M. S.,
& Timmerhaus, K. D. (1991). Plant
Design and Economics for Chemical Engineers. New York: MrGraw-Hill.
17. Qatargas and
Chubu, 2010, www.allbusiness.com/mining
18. Smith, J.M., Van
Ness, H.C.,2001, Introduction to Chemical
Engineering Thermodynamics, 6th ed, McGraw-Hill Book Company,
Inc., New York
19. Speight, J. G.
(2002). Chemical and Process Design
Handbook. New York: MrGraw-Hill.
20. Brownell, L.e and
Young E.h. “Process Equipment Design”, John Willey and son Inc, New York, 1959.
21. Sandler, Henry J.,
1987. Practical Process Enginering. Mcgrow-Hill
Book Company.New York.
22. Ullrich, G.D., 1984, A Guide to
Chemical Engineering Process Design and Economics, John Wiley & Sons,
New York
23. United Nations
Statistics Division, 2009, UN Data A
World of Information, www.data.un.org
24. Vilbrandt, F.C.,
Dryden, C.E., 1959, Chemical Engineering
Plant Design, 4th ed., McGraw-Hill Book Company, Japan
25. Walas, S.M., 1988,
Chemical Process Equipment, 3rd
ed., Butterworths Series in Chemical Engineering, USA
26. Wankat, P.C.,
1944, Equilibrium Staged Separations,
Prentice Hall PTR, New Jersey
27. Yaws, C.L., 1999, Chemical Properties Handbook, McGraw
Hill Companies Inc., USA
28. www.matche.com
29. www.alibaba.com
*Ilmu tanpa amal, bagaikan pohon tanpa Buah.. maka berbagilah.. 😊
ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
BalasHapushanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
terimakasih ya waktunya ^.^