Bermimpi Lewat Kata
Kata adalah Doa.. maka
berkatalah yang baik atau diam..
Berkah kata yang membawaku
bisa menjejakkan kaki di Luar negeri, Singapura. Perwujudan impian, harapan
untuk bisa ke luar negeri. Negara terdekat dari Indonesia, dengan budget
teramah di kantongku saat ini.. Mungkin begitu sederhana bagi sebagian orang.
Namun bagiku yang saat SMA
dulu menuliskan kata ”Bisa berlibur ke luar Negeri” di secarik kertas pada
Dinding Kamar. Terasa WAAAHHH Banget.. Apalagi aku bukan berasal dari keluarga
Kaya. Hanya berasal dari keluarga cukup, untuk makan dan bersekolah, Alhamdulillah..
Setibanya di airport
Changi-Singapura, tengah malam. Tanpa menunggu lama Grabcar yang aku pesan
datang. Aku dan Ani-sahabatku disambut dengan mobil BMW sport, yang pintunya
membuka dengan naik ke atas seperti sayap burung. Layaknya di film Transformer,
mobil Bumblebee yang fantastis. Terbayang betapa terasa kerennya kami.. wow..
Berasa anak Sultan..
”Put, ini seriusan mobil
Grab” colek Ani sahabatku sambil setengah berbisik, khawatir terdengar
pengemudi.
”Iya kalau di aplikasi
tertera nomor plat mobil yang sama” sahutku sambil menaiki mobil kuning di
hadapan.
”Wah.. keren ya..” Sohibku
pun menjawab kegirangan. Tak hentinya kami saling bertatap sambil tersenyum
sepanjang jalan menuju tempat kami menginap di area Arab Street.
Di dalam mobil ingatanku
melayang.. Kepada kejadian sekitar 10tahun sebelumnya. Ucapan di pagi menjelang
siang hari itu tiba-tiba terlintas begitu saja.. Teringat seorang laki2 di
kampus yang menegur ku kala itu. Seperti setengah tertawa.
Bagiku saat itu yang masih
setengah terenggah-enggah pasca berjalan, dan naik turun ganti angkot serta
bis, rasanya seperti cibiran di hari Terik.
“Hai.. kamu yang tadi di
jalan dekat masjid Annur ya.." tegur seseorang laki2 yang tak ku kenal.
"Kamu suka jalan kaki
ya.. sy sering lihat kamu pas bawa motor" ujar nya lagi sambil seolah
tertawa sambil memandang dari atas kepala hingga ke baju lusuh yang ku kenakan.
Jika aku orang yang mudah
tersulut emosi dan ekspresif, mungkin aku akan berteriak kepadanya.
“Hei kamu.. bukannya nawarin
aku nebeng naik motormu, eh malah ngetawain aku.. huh...” Rasanya panas sekali,
membakar hatiku..
Untungnya aku bisa menahan
diri, aku hanya tersenyum mengangguk dan melanjutkan langkah kakiku menuju ke
gedung tempat mata kuliahku sudah di mulai. Seraya dalam hati bergumam
sendiri.. ih awas aja.. sekarang mungkin aku cuma bisa jalan kaki.. nanti suatu
saat aku pasti bisa menyalip motormu itu dengan naik mobil. Bahkan pakai
pesawat.. Dan pikiran itu membuatku malah tersenyum sendiri.
Kata-kata itu menjadi
kenyataan aku bisa memiliki mobil sendiri meskipun dari invebtaris kantor. Dan
aku bisa terbang dengan pesawat, menyalip motornya hingga keluar Negeri. HInaan
yang menjadi cambuk untuk belajar lebih giat dan menjadi sukses.
Suasana tengah malam yang
kami kira gelap di negeri orang, malah cerah seperti hati kami. Bagaimana
tidak, kami yang orang biasa. Dengan hanya bermodal beberapa puluh ribu rupiah,
bisa merasakan naik mobil ala Sultan. Cepat tanpa gemuruh bising pada mesin.
Melaju tenang dibawah Sinar bulan di bawah langit Singapura.
Keesokan pagi, perasaan
hatiku, antara sedih terharu dan bahagia. Seperti banyak burung bernyanyi..
Bersiul merayakan impian yang baru terwujud setelah lebih dari 15th berlalu.
Dengan budget hasil kerja sendiri dan backpackeran tanpa ikut grup. Beruntungnya
aku berangkat berdua sahabat yang sebelumnya pernah ke Singapura. Jadi
perjalanan kami lebih tertata.
Dokumen pribadi - Masjid Sulthan Singapura
Lokasi hotel tempat menginap pun dipilih yang tidak jauh dengan kuliner halal, dekat dengan Masjid. Membuat kami mudah mengunjungi Masjid Sultan. Setelah sarapan nasi lemak di ’Kedai Hj. Maimunah’ yang ternyata serupa nasi uduk Jakarta dengan nuansa melayu.
Menjelang siang, kami pun
mengeksplorasi tempat hits lain di Singapura dengan bus dan MRT. Diantaranya
kawasan ikonik Singapura.
Ketika menjelang magrib,
badan terasa mulai lelah. Sahabatku pun mengajakku naik bus ke arah Hotel. Agar
kami bisa menyiapkan fisik untuk esok hari berjalan-jalan menyusuri kampung
Glam, serta area H. Lane dan sekitarnya setelah sarapan.
Di dalam bus kami tak
hentinya asyik bercerita. Keinginanku untuk mengitari Singapura di kala malam.
Apalagi info yang ku terima, angka kejahatan di Singapura sangat rendah, maka
sangat jarang terjadi tindak kriminal. Rasanya aku ingin memampatkan waktu yang
ada untuk berkeliling sepuasnya. Sahabatku hanya tersenyum kecil, berusaha
memahami tanpa mengiyakan.
Selang sekitar setengah jam
kemudian.. Ani mencolekku, untuk turun dari bus. Aku masih asyik memfoto
jalanan lewat jendela dan cek Handphone. Ku pikir mungkin Ani tak sengaja
menyenggol tanganku, untuk melihat area yang kami lewati.
Aku baru tersadar ketika
menengok ke kiri, sahabatku sudah tak ada, dan berganti dengan seorang Ibu
paruh baya. Seketika aku menjadi panik, dan berusaha maju ke arah supir bus,
untuk menurunkan di halte berikutnya. Lalu berbekal maps dan mengecek rute di
google handphone, berusaha mencari cara menuju hotel.
Namun ternyata aku salah
memperkirakan arah dan naik bus. Membuatku terlempar makin jauh dari tujuan
tempat menginap. Ketidaksengajaan yang membuatku nyaris mengitari seluruh area
Singapura. Tanpa pikir panjang karena hari semakin malam, Grabcar kembali menyelamatkanku
yang kebingungan seperti orang hilang, dan mengantarku sampai di hotel.
Kembali kata menjadi
kenyataan dalam hidupku. Pantaslah jika nasehat untuk berkata yang baik saja,
sehingga hal yang baiklah yang akan kita dapatkan. Dan yakinlah kepada Sang
Maha Pencipta. Dengan berusaha maka kata itu akan menjadi kenyataan yang indah pada
waktunya.. Insha Allah..
Mari bermimpi dan berkata
baik.. semoga kelak Allah kabulkan.. 😊🤲
-Bermimpilah hingga ketika
membayangkan saja hatimu terasa bergetar, Najwa Shihab-
Disadur dari salah satu Buku Antologi ke-2 ku; Meniti Jalan Berliku-Alineaku
Selengkapnya: https://opinia.id/post/cerita/cerpen/bermimpi-lewat-kata-382906
Tidak ada komentar:
Posting Komentar